Seharusnya
kita merasa bangga karena nenek moyang Negeri Nusantara adalah bangsa
yang gemar menjelajahi penjuru bumi, mengarungi samudera hingga mampu
menyebarkan berbagai peninggalan bersejarah yang sampai sekarang dapat
dijumpai di berbagai wilayah Afrika.Jauh sebelum bangsa Eropa mengklaim
bahwa bangsanya adalah yang terhebat di dunia karena berhasil melakukan
perjalanan keliling samudera pada abad XVI, nenek moyang bangsa
Nusantara sudah terlebih dahulu melakukannya. Bahkan seribu tahun lebih
sebelum petualangan Cheng Ho dan Columbus.
Robert Dick
-Read, peneliti asal Inggris menyatakan, berdasar pada sumber sejarah
yang berlimpah, pelaut-pelaut Nusantara sudah menjejakkan kaki di Afrika
sejak abad ke-5 Masehi. Jauh sebelum bangsa Eropa mengenal Afrika dan
jauh sebelum bangsa Arab berlayar ke Zanzibar. Cheng Ho apalagi, pelaut
China yang pernah mengadakan muhibah ke Semarang pada abad ke-14 M, ini
jelas ketinggalan dari moyang kita.
Penelitian
Dick-Read tentang pelaut Nusantara ini awalnya adalah kebetulan. Ia
datang ke Mozambik pada 1957 untuk meneliti masa lalu Afrika. Di sana.
untuk pertama kalinya mendengar bagaimana masyarakat Madagaskar fasih
berbicara dengan bahasa Austronesia laiknya pemukim di wilayah pasifik.
Ia juga tertarik dengan perompak Madagaskar yang menggunakan kano
(perahu yang mempunyai penyeimbang di kanan-kiri) yang mirip perahu khas
Asia timur. Ketertarikannya memuncak setelah ia banyak menghadiri
seminar tentang masa lalu Afrika, yang menyiratkan adanya banyak
hubungan antara Nusantara dan sejarah Afrika.
RAS AFRO – NUSANTARA
Dalam
penelusurannya, Dick-Read menemukan bukti-bukti mutakhir bahwa pelaut
Nusantara telah menaklukkan Samudra Hindia dan berlayar sampai Afrika
Sebelum bangsa Eropa, Arab, dan Cina memulai penjelajahan bahari mereka.
Diantara
bukti tersebut adalah banyaknya kesamaan alat-alat musik, teknologi
perahu, bahan makanan, budaya dan bahasa bangsa Zanj (ras Afro –
Nusantara). Di sana di ketemukan sebuah alat musik sejenis xilophon atau
yang kita kenal sebagai gambang dan beberapa jenis alat musik dari
bambu yang merupakan alat musik khas Nusantara. Ada juga kesamaan pada
seni pahat patung milik suku Ife, Nigeria dengan patung dan relief
perahu yang terpahat di candi Borobudur.
Beberapa
tanaman khas Indonesia yang juga tak luput hijrahke sana, semisal pisang
raja, ubi jalar, keladi dan jagung. Menurut penelitian George Murdock,
profesor berkebangsaan Amerika pada 1959, tanaman-tanaman itu dibawa
orang-orang Nusantara saat melakukan perjalanan ke Madagaskar.
Bukan itu
saja, hipotesa Dick –Read cukup mengejutkan mengenai kehebatan pelaut
Nusantara. Diantaranya adalah, rentang antara abad ke-5 dan ke-7 M,
kapal-kapal Nusantara banyak mendominasi pelayaran dagang di Asia.
Quote: Pada
waktu itu perdagangan bangsa Cina banyak bergantung pada jasa para
pelaut Nusantara. Hal ini dibuktikan dengan fakta bahwa perkapalan Cina
ternyata banyak mengadopsi teknologi dari Indonesia. Bahkan kapal Jung
yang banyak dipakai orang Cina ternyata dipelajari dari pelaut
Nusantara. (jadi emang dari dulu dah jago adopsi )
“Meskipun
para pelaut Nusantara tidak meninggalkan catatan dan bukti-bukti konkret
mengenai perjalanannya, sisa-sisa peninggalan mereka di Afrika jauh
lebih banyak daripada yang diketahui oleh umum,” tulis Dick-Read dalam
penelitiannya.
Di afrika
juga ada masyarakat yang disebut Zanj yang mendominasi pantai timur
Afrika hampir sepanjang millennium pertama masehi. Lalu siapakah Zanj,
yang namanya merupakan asal dari nama bangsa Azania, Zanzibar dan
Tanzania? Tak banyak diketahui. Tapi ada petunjuk yang mengarahkan
kesamaan Zanj Afrika dengan Zanaj atau Zabag di Sumatera.
Dalam hal
ini, Dick mengajukan dugaan kuat keterikatan Zanj, Swarnadwipa dan
Sumatera. Swarnadwipa yang berarti Pulau Emas merupakan nama lain
Sumatera. Hal ini dapat dilihat dalam legenda Hindhu Nusantara. Dick
menduga, banyaknya emas di Sumatera ini dibawa oleh Zanj dan pelaut
Nusantara dari Zimbabwe, Afrika. Karena Dick juga menemukan bukti yang
menyatakan tambang-tambang emas di Zimbawe mulanya dirintis oleh pelaut
Nusantara yang datang ke sana. Sebagian tak kembali dan membentuk ras
Afro-Nusantara. Mungkin ras inilah yang disebut Zanj.
Para
petualang Nusantara ini bukan hanya singgah di Afrika. Mereka juga
meninggalkan banyak jejak di kebudayaan di seluruh Afrika. Mereka
memperkenalkan jenis-jenis tanaman baru, teknologi, musik, dan seni yang
pengaruhnya masih bisa ditemukan dalam kebudayaan Afrika sekarang.
Beberapa
hipotesis yang cukup mengejutkan di antaranya adalah ; Antara abad ke-5
dan ke-7, kapal-kapal Nusantara mendominasi pelayaran dagang di Asia.
Pada abad-abad itu, perdagangan bangsa China banyak bergantung pada jasa
para pelaut Nusantara. Teknologi kapal jung bangsa China dipelajari
dari pelaut-pelaut Nusantara, bukan sebaliknya.
Lalu dari
manakah asal emas berlimpah yang membuat Sumatera dijuluki Swarnadwipa
(Pulau Emas) ? Mungkinkah dari Zimbabwe? Mungkinkah tambang-tambang emas
kuno di Zimbabwe dibangun oleh para perantau Nusantara ?
Dan masih
banyak lagi data sejarah yang dipaparkan Dick – Read, yang pasti akan
banyak mengubah pandangan kita tentang kehebatan peradaban Nusantara
pada masa kuno.
Para
penjelajah laut dari Nusantara diperkirakan sudah menjejakkan kaki
mereka di benua Afrika melalui Madagaskar sejak masa-masa awal tarikh
Masehi. Jauh lebih awal daripada bangsa Eropa mengenal Afrika selain
Gurun Sahara-nya dan jauh sebelum bangsa Arab dan Zhirazi dengan perahu
dhow mereka menemukan kota-kota eksotis di Afrika, seperti Kilwa, Lamu,
dan Zanzibar.
Terlepas
dari percaya atau tidak, nyatanya penelitian Dick -Read telah
menjabarkan banyak bukti yang menceritakan kehebatan pelaut Nusantara.
Hal ini tentu menjadi kebangaan tersendiri bagi kita sebagai
keturunannya.
Kalau
penelitian Dick – Read benar, itu dulu. Sekarang kita harus malu dan
harus berbenah diri jika faktanya dunia kemaritiman kita saat ini jauh
dari kehebatan mereka. Yang kita lihat sekarang, ikan kita banyak
dicuri, banyak penyelundupan melalui laut, sedang armada dan peralatan
kelautan kita tidak mencukupi untuk menjaga keamanan. Yang terparah,
kredibilitas bangsa pun ikut kalah, ini bisa kita cermati dari kasus
Ambalat dan ekstradisi Indonesia-Singapura yang merugikan kita.
Ironisnya
lagi, setelah 68 tahun Indonesia merdeka, setelah PBB mengakui Deklarasi
Djuanda (1957) yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara kepulauan,
deklarasi itu seolah dilupakan . Kini, kemiskinan dan keterbelakangan
masyarakat nelayan masih dijumpai di banyak tempat, sementara di sisi
lain, kekayaan laut kita terus dikuras entah oleh siapa.
Adalah tugas
kita semua sebagai bangsa Indonesia untuk kembali menegakkan kejayaan
kemaritiman yang pernah diraih oleh nenak moyang kita. Agar kita bisa
berdaulat di lautan sendiri.
Sumber : Keajaiban Dunia dot com
0 comments:
Post a Comment
Silahkan berkomentar, dan dibagikan !!!